Bahasa yang sangat ekstrem menurut saya yaitu Kata Bid'ah, saya tidak mau menjelaskan panjang lebar apa arti demikian kalimat tersebut, sederhannya adalah sebuah amaliah yang tidak dilakukan Rosul kemudian saat ini dilakukan, akan tetapi banyak konteks ini dinisbatkan pada perkara amaliah Ibadah, entah bagaimana sebenarnya, terlepas dari arti semua itu, saya hanya sedikit membahasakan sebuah pemikiran saya pribadi yang kurang dengan Ilmu Pengetahuan ini serta saedikit saya visualisasikan dengan konteks lain, ini bukan sama sekali artikel yang mendiskreditsi permasalan atau akan muncul yang nantinya sebuah konflik, akan tetapi hanya berwacana serta memberikan kajian pemikiran saya pribadi dengan konteks sosial lainnya. Banyak singgungan antar sesama lantaran Kalimat tersebut, Para Kiai, Ulama, Santri Pesantren lebih paham memaknainya, saya mencoba menyaring beberapa kasus yang terjadi di tengah masyarakat pada saat ini.
Mungkin ini bukan kabar terkini, atau kabar hangat, semua memahaminya, para pembaca yang khususnya paham dan mangerti akan agama tahu dengan konteks ini, mengerucut tentang masalah bid'ah, saya menulis dengan sederhana dari analogi saya serta korelasi dari kebiasaan sosial, lebih tepatnya yakni sudut pandang saya mengenai bid'ah dari konteks sosial. maaf jika bahasa saya kurang lues, maksud hati ingin sekedar membahasakan dengan tujuan besar tak ada lagi kekeliruan.
Dalam Ilmu sosial lebih spesipfiknya dalam Hidup bermasyarakat sudah barang tentu akan berhubungan dengan manusia lainnya, seperti tetangga, satu desa, RT, RW, dan sebagainya. Nah saya ajak pembaca untuk memvisualisasi tentang hubungan manusia dengan manusia lain, contoh kecilnya seperti dalam pola beribadah, praktisnya tempat ibadah adalah dimasjid, mushollah, langgar, tajug, jika dalam sebuah komunitas (komunitas Masjid) sedang melakukan Ibadah akan tetapi berbeda cara ibadahnya maka itu adalah hal yang biasa yang terpenting adalah tidak menghilangkan syarat dan rukun seperti yang menjadi kesepakatan para ulama sejak dahulu, pada konteks ini pembaca menganalogikan dengan kumpulan anak sekolah dikelas dalam belajar, cara mereka menulis, duduk dan sebagainya berbeda akan tetapi esensinya adalah belajar. Memahami Hubungan manusia dengan manusia lain jika kita kaji dengan bijak semua merupakan konsepsi alamiah, dan sudah menjadi resiko, namun bagaimanakah agar hubungan tersebut nyaman, aman, tentram dan bersahaja tanpa ada konflik,, Nah disitulah pelajaran yang sangat berharga bagi saya untuk menjalankan tugas sebagai makhluk sosial, adapun akhirnya manusia memiliki tanggung jawab masing-masing.
Contoh Kasus, Dalam sebuah hubungan yang harmonis pasti ada sesuatu yang mengganjal dan ketidak sukaan, ini juga merupakan hukum alam, Hitam Putih selalu bersentuhan, contohnya ada suatu kampung yang berhubungan secara sosial hidup bermasyarakat, dimana disitu anggap saja ada sebuah bahasa yang bisa menimbulkan konflik yang menimbulkan ketidak sukaan terhadap semua orang disitu, saya beri contoh ada jika di desa itu ada orang yang sok suci yang menyelahkan orang dengan menggunakan bahasa yang sangat tidak disenangi oleh warga tersebut, dengan demikian akan terjadi sebuah konflik dengan orang yang membahasakan tersebut ilustrasinya adalah membahasakan "Hai Masyarakat anda jangan Bekerja sebagai Tukang Rongsok karena nenek itu adalah pekerjaan Kotor dan saya pribadi tidak suka itu dan sangat benci kalian, sedangkan kondisi sosial adalah bekerja rongsok, nah,, hal ini akan menjadi konflik yang sangat beresiko. mungkin akan lebih halus adalah "hayuu masyarakat kita bersemangat merongsok dengan jalan halal Insya Alloh Besok Kita diberkati Tuhan Menjadi bos Rongsok.." ini lebih bijak, atau lainnya silahkan pembaca menganalogikan sendiri.
Sebuah Ummat yang rukun tentram dan nyaman saat ini, hadir sebuah kata Kafir, Sesat, Neraka dan sebagainya dengan bahasa ekstrem lainnya, dengan menyudutkan serta menyalahkan semua tingkah amaliah seluruh orang yang ada disitu, seperti konteks Bid'ah, dengan demikian semua marah mendengar bahasa tersebut, mungkin akan lebih bijak jika kalimat Sensitif itu tidak dikeluarkan jika akan menjadi kekeruhan di masyarakat, mungkin si pembahasa (yang mengatakan) bid'ah itu memiliki tujuan baik, akan tetapi endingnya kok jadi kacau.. setahu saya dalam ilmu sosial barang siapa yang menanam maka akan memanennya, sedangkan ini kok seperti hama, Menurut saya akan lebih bijak jika membahasakan sebuah konteks amaliah yang lebih positif seperti " Hai,, para jamaah mari kita berlomba-lomba menyantuni Yatim dan gemar bershodakoh.. Ini adalah bahasa yang sangat santun, atau Saudaraku apakah Ibadah Kita semua diterima Oleh Tuhan..? untuk itu marilah kita tingkatkan lagi dengan rajin beribadah dan semoga Tuhan senang dengan apa yang kita lakukan dalam amaliah kita, khususnya bagi saya pribadi yang penuh dosa ini..
Dari sebuah analogi saya diatas bisa disimpulkan adalah, Kalimat Bid'ah itu adalah kalimat sensitifisme di tengah masyarakat jadi lebih baik saling berkaca diri, atau menyeru kebaikan kepada seseorang dengan konteks lainnya secara bijak, dan tidak membahasakan kalimat sensitif tersebut jika akan mnimbulkan permusuhan dan saling benar satu dengan lainnya. Demikian artikel ini saya tulis semoga bermanfaat, untuk lebih detailnya silahkan tanyakan pada ahlinya pada hakikatnya manusia tidak ada yang sempurna maka itu mari tingkatkan amal iabadah kita terutama penulis artikel ini, jika tidak sempurna tugas kita adalah saling melengkapi sebagai penyempurna, bukan saling menjatuhkan. salam Rojay Creative Blogger Newbie Berbagai Cerita.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih sudah berkunjung di blog Rojay Creative.. Silahkan Tinggalkan Komentar..